BUILDING CODE TERHADAP PENGENDALIAN KELEMBABAN BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA
bukucodes | Indonesia merupakan negara beriklim tropis lembab. Tingginya radiasi matahari dan kelembaban dapat
memasuki ruang dalam bangunan melalui selubung bangunan, sehingga dapat mempengaruhi kenyamanan
termal dalam bangunan. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan suatu strategi desain pasif dan/ atau aktif
maupun building code (pedoman teknis tentang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan) bangunan
gedung dalam pengendalian rambatan kalor dan kelembaban melalui selubung bangunan. Dalam kajian kali ini,
fokus masalah lebih ditekankan terhadap evaluasi building code terkait pengendalian kelembaban pada
bangunan gedung di Indonesia melalui metode penelitian kualitatif deskriptif. Didapatkan hasil bahwa pembuatan
dan implementasi building code dalam aspek pengendalian kelembaban pada bangunan gedung di Indonesia
kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dari adanya pembuatan dan implementasi building code terkait pengendalian
kelembaban jika dilihat dari klasifikasi fungsi bangunan gedung berdasarkan tingkat kompleksitasnya, sejauh ini
hanya diterapkan pada bangunan gedung tidak sederhana dan bangunan gedung khusus, sedangkan buku bangunan
gedung sederhana tidak diterapkan secara mendetail serta standar maupun pedoman yang digunakan lebih
bersifat umum.
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki iklim tropis lembab. Ciri
daerah beriklim tropis lembab, yaitu tingkat
presipitasi dan kelembaban tinggi dengan
temperatur yang hampir selalu tinggi, angin sedikit,
radiasi matahari sedang sampai kuat, pertukaran
panas kecil karena tingginya kelembaban, panas
yang sangat tidak menyenangkan, serta penguapan
sedikit karena gerakan udara lambat.
Pedoman standard atau building code terkait
pengendalian kelembaban di Indonesia masih belum
ada, sementara sangat dibutuhkan dalam
peningkatan kenyamanan termal dan efisiensi
energi pada bangunan. Building code yang
menetapkan kriteria kinerja energi bangunan dapat
dijadikan sebagai kebijakan utama yang dapat
diterapkan secara luas dalam meningkatkan
efisiensi energi bangunan gedung (Allard, I., Nair, G,
dan Olofsson, T. 2021).
Ching, F. D. K., dan Winkel, S. R. (2022)
menjelaskan pengertian building code, yaitu
seperangkat aturan, prosedur, dan standar yang
dirancang untuk mengamankan keseragaman dan
melindungi kepentingan publik dalam hal-hal
tertentu, seperti konstruksi bangunan dan kesehatan
masyarakat, dimana umumnya ditetapkan oleh
badan publik dan memiliki kekuatan hukum di
yurisdiksi tertentu.
Geshwiler, M. (2006) menjelaskan bahwa
selubung bangunan menunjukkan fungsi primer
untuk menjaga kondisi cuaca serta menentukan
seberapa baik kinerja bangunan dan pengguna.
Selubung bangunan harus memenuhi kriteria
kenyamanan termal dan pencegahan terhadap
kelembaban yang cocok dengan kondisi iklim
setempat. Fenomena tingginya kelembaban udara
menyebabkan kandungan air pada selubung
bangunan tinggi, dimana selubung bangunan
memiliki sifat higroskopis, kapilaritas, dan
permeabilitas uap yang menyebabkan selubung
bangunan mudah lembab jika terkena air.
Faktor-faktor yang menyebabkan
permasalahan terhadap kelembaban, yaitu (AlHomoud, M. S. 2005):
1. Iklim lokal di lokasi bangunan.
2. Perbedaan antara iklim ruang dalam dan ruang
luar.
3. Jenis dan kualitas konstruksi.
4. Jumlah kelembaban yang dihasilkan di dalam
ruangan.
5. Proses ventilasi.
6. Jenis dan posisi insulasi yang digunakan.
7. Penggunaan dan lokasi retarder uap
(penghambat penguapan).
Berdasar fenomena di atas, sangat diperlukan
building code terkait pengendalian kelembaban
untuk daerah beriklim tropis lembab, khususnya di
Indonesia untuk meningkatkan kinerja efisiensi
energi bangunan dan kenyamanan pengguna, serta
memberikan dampak positif terhadap kondisi
lingkungan sekitarnya.
METODE
Metode penelitian kualitatif digunakan dalam
penelitian ini, dimana metode penelitian ini bersifat
induktif, dimana pengumpulan data berdasarkan
sumber data primer dari kajian literatur, pedoman,
dan standard untuk selanjutnya dianalisis secara
simultan/ gabungan/ triangulasi dan dikonstruksi
menjadi hipotesis atau teori.
Data primer didapatkan dari studi literatur
berupa artikel ilmiah, buku teks, SNI, dan peraturan
pemerintah terkait rumusan masalah yang diteliti.
Metode analisis deskriptif digunakan dalam
pembahasan serta rumusan masalah yang
bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan. Metode
pendekatan menggunakan deskriptif analisis
(pemaparan kondisi) dengan pendekatan metode
development untuk menentukan arahan strategi
rekomendasi sebagai usulan solusi.
Variabel penelitian, diantaranya aspek tujuan,
persyaratan fungsional, kinerja terhadap elemen
bangunan, strategi pengendalian kelembaban, serta
metode verifikasi baik terkait kelembaban eksternal
maupun kelembaban internal bangunan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur hirarki building code di Indonesia masih
belum memperlihatkan secara jelas tentang
perbedaan antara SNI (Standar Nasional Indonesia)
dengan building code. Oleh karena itu, dalam artikel
ini dapat disempurnakan dengan terdapat sedikit
perubahan berdasarkan evaluasi substansi tiap
peraturan dan kebijakan pemerintah tentang
perencanaan dan pembangunan bangunan gedung
di Indonesia sebagaimana yang terlihat
Comments
Post a Comment